Minggu, 22 April 2012

Salah Kaprah Soal Jilbab

Oleh : Kholda Naajiyah

(globalmuslim.web.id) - Tak banyak yang tahu, 4 September lalu diperingati sebagai Hari Solidaritas Jilbab Internasional. Tak banyak pula yang mendengar bahwa berdekatan dengan hari itu, yang juga bertepatan dengan Idul Fitri, terjadi kerusuhan gara-gara jilbab.

Kejadiannya di New York, Amerika Serikat. seperti dilansir Yahoo News, 15 orang termasuk di antaranya tiga wanita, dituduh mengganggu ketertiban dan melakukan penyerangan. Insiden bermula di arena bermain di Westchester County. Saat itu, suasana penuh sesak oleh umat Islam yang merayakan Idul Fitri. Acara dihadiri 3.000 umat Muslim dari Brookyn, Queens, Bronx dan Westchester County.

Seorang wanita, Entisai Ali, berdebat dengan polisi terkait peraturan taman yang melarang wanita berjilbab memasuki taman bermain. "Mereka saling membentak, lalu polisi mendorong wanita itu dan menangkapnya” tutur Dena Meawad (18), warga Brooklyn.

Adik Entisai Ali, Ayman Alrabah mengatakan suaminya, saudara, dan ayahnya, ditangkap dan diborgol polisi ketika mereka mencoba membantu kakaknya. "Mereka memperlakukan kami seperti binatang” kata Alrabah.

Sasaran Anti-Islam
Insiden di atas bagian kecil dari islamphobia yang terus dilancarkan kaum kafir. Seiring berlipatnya pertumbuhan Islam di AS, ketakutan atas simbol-simbol Islam juga terus meningkat. Jilbab adalah sasaran empuk anti-Islam.

Tak hanya di AS, di negara sekuler lain gema larangan jilbab terus dikumandangkan. Bahkan, sudah menjadi aturan baku dalam undang-undang negara. Ironisnya, larangan itu mulai menjalar ke negara-negara Arab.
  • Tahun 1981 Tunisia meratifikasi UU No 108 yang melarang jilbab di lembaga pemerintahan. Ribuan Muslimah pun dipecat dari pegawai pemerintahan dan pusat-pusat pendidikan. 
  • Tahun 1997, Presiden Turki Ahmad Necdet Sezer, mengeluarkan dekrit melarang jilbab di institusi pemerintahan, sekolah dan universitas. Terjadilah diskriminasi terhadap Muslimah. Wanita berjilbab tak diizinkan meliput konferensi pers di lembaga pemerintahan. 
  • Tahun 2004, Perancis mengeluarkan UU anti-jilbab bagi pelajar dan mahasiswi di sekolah dan kampus. Alasannya, untuk menjaga kesekuleran negara Perancis. 
  • Desember 2006, Belanda melarang burqa secara nasional. 
  • Juni 2006, Jerman juga melakukan aksi pelarangan jilbab. Delapan dari 16 negara bagian menerapkan larangan jilbab di sekolah-sekolah umum. 
  • Oktober 2006, Nigeria melarang jilbab di sekolah. Bahkan, melarang anak laki-laki memakai celana panjang dan peci. 
  • Pada 2006, Tunisia 'mengharamkan' jilbab di sekolah, kampus dan rumah sakit. 
  • Di Kosovo, 29 Agustus 2011 dikeluarkan larangan jilbab dan pengajaran agama Islam di sekolah-sekolah. Keputusan ini didemo 2.000 muslim. 
  • Tahun 2011, Suriah melarang wanita berjilbab mendaftar di perguruan tinggi, melarang guru berjilbab mengajar di sekolah-sekolah. 
Negara Arab lainnya, seperti Tunisia, Yordania, Mesir dan Uni Emirat Arab juga melarang cadar karena alasan keamanan menyangkut identitas.

Bukan Teroris
Sudah enam tahun sejak ditetapkannya 4 September sebagai Hari Solidaritas Jilbab Internasional pada 2005. Namun, upaya diskriminasi dan pelarangan jilbab tetap marak. Jilbab dianggap simbol agama yang bahkan bisa mencelakai orang di sekitarnya. sama bahayanya dengan teroris.

Padahal jilbab bukan seperti rokok, yang jika orang ikut menghisap asapnya, lambat laun bisa terancam kematian. Nah, jika rokok saja bisa diterima masyarakat dunia, kenapa jilbab dihina? Di sinilah letak ketidakadilannya. Dan itu tak mengherankan, karena jilbab adalah simbol kebangkitan umat Islam.

Sejak lama, masyarakat kafir Barat ketar-ketir dengan potensi kebangkitan umat Islam. Salah satu fenomena yang menjadi petunjuk bangkitnya ideologi Islam adalah jilbab. Ya, hanya Muslimah yang memahami Islam dengan benar, menyeluruh, dan berusaha menjadi Muslimah kaffah yang bersedia mengenakan jilbab.

Pasalnya, konsekuensi mengenakan pakaian takwa ini sungguh tidak ringan. Terlebih berjilbab di negara-negara sekuler, sarat tantangan dan hambatan. Sangat tidak mungkin dilakukan Muslimah yang keislamannya biasa-biasa saja, melainkan hanya mereka yang militan. Inilah mengapa jilbab terus diserang. Sebab jika dibiarkan eksis, itu sama saja dengan memberi jalan tegaknya ideologi Islam dan membiarkan sekulerisme roboh di rumahnya sendiri.

Identitas Sejati
Berkaca pada Muslimah di Barat yang begitu istiqamah mempertahankan jilbabnya, kita di sini hendaknya bersyukur. Berjilbab sangatlah mudah, bahkan belakangan ini busana Muslimah menjadi tren.

Namun bukan sekadar tren, jilbab adalah identitas sejati Muslimah. Bukan sekadar simbol keagamaan. Ya, jilbab adalah jalan ketakwaan, bukti ketundukan sebagai hamba Allah SWT. Jilbab pertanda keimanan.

Mungkin kita sering mendengar sindiran "bagaimana mau berjilbab, kelakuannya saja masih ugal-ugalan" Atau ada yang mengatakan "ah, Aisyah itu berjilbab, tapi bicaranya suka menyakitkan hati." Juga ada yang berujar "nggak penting menutup aurat, yang penting hatinya baik"

Memang benar, seorang wanita berjilbab dan kerudung, bisa jadi belum memiliki hati suci sempurna. Tak sedikit jilbaber yang yang memiliki perangai kurang menyenangkan (dalam pandangan beberapa orang). Tapi, setiap wanita yang memiliki kecantikan hati, akan terpanggil berjilbab dan kerudung. Logikanya, jika jilbaber saja belum berperangai sempurna, terlebih mereka yang tidak menutup auratnya.

Kiblat Tren

Muslimah di Indonesia adalah kiblat dunia.Termasuk, caranya berpakaian. Untuk itu perlu diluruskan salah kaprah soal jilbab. Kebanyakan "jilbab" didefinisikan sebagai kerudung penutup kepala. Padahal, definisi jilbab yang benar adalah baju terusan yang mengulur dari tubuh bagian atas hingga ke dasar (bawah). Orang Indonesia menyebutnya gamis. Jadi, jilbab itu ya gamis.

Allah SWT berfirman:
"Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-orang mukmin: 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.' Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal dan oleh karenanya mereka tidak diganggu." (Qs. Al-Ahzab: 59).
Ada kata "ulurkanlah jilbab ke seluruh tubuh", artinya jilbab itu pakaian penutup tubuh, bukan penutup rambut/kepala. Definisi seperti di atas, tidak bisa ditukar dengan kerudung (bahasa Arab kerudung adalah khimar). Logikanya sama dengan definisi kebaya yang tidak bisa ditukar dengan kemeja. Karena kebaya sudah merujuk jenis pakaian tertentu, demikian pula kemeja.

Itu sebabnya, perintah menutup tubuh dengan jilbab, beda dengan perintah untuk menutup rambut dengan kerudung. Perintah mengenakan kerudung sendiri ada di dalam nash Alquran Surat An-Nur ayat 31:
"Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman:'Hendaklah mereka menohon pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan khimarnya ke dadanya...'"(QS. An-Nur:31)
Jadi, khimar alias kerudung harus diulurkan sampai ke dada. Itulah syarat kerudung yang syar'i. Walhasil, busana Muslimah yang syar'i adalah jilbab plus kerudung yang diulurkan sampai ke dada. Pemahaman inilah yang hendaknya kita sampaikan pada dunia sebagai bentuk solidaritas kita pada jilbab, sekaligus menjadikannya tren global. Insya Allah, dengan semakin banyak Muslimah berjilbab, permusuhan terhadapnya akan kandas atas pertolongan Allah SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar